Atasi Filariasis dengan Efek Samping Ringan

Hasil penelitian yang dilakukan pakar dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) baru-baru ini menyatakan obat doxycycline yang dikonsumsi pengidap filariasis limfatik atau penyakit kaki gajah, menimbulkan efek yang paling ringan dibanding obat-obat jenis lain.

  
"Penelitian ini masih di tahap uji coba yang sangat awal, pertama kalinya pula untuk membasmi cacing parasit spesies Brugia malayi, yang banyak menjangkiti di Indonesia," ungkap Dr Taniawati Supali, salah seorang peneliti dari FK-UI  di Jakarta, Jumat (18/4).

Antibiotik doxycycline ini, kata Taniawati Supali, terbukti menimbulkan efek yang paling ringan buat penderita karena tidak menimbulkan demam tinggi, mual, dan pusing-pusing seperti antibiotik lain.

Selama ini pengobatan filariasis seperti anjuran WHO (Badan Kesehatan Dunia) menggunakan obat DEC (diethylcarbamazine). Pola pemberian obat oral ini hanya satu butir satu tahun, selama lima tahun pengobatan.

Di Indonesia, pemberian DEC bagi pengidap filariasis dinilai lebih mudah bagi eliminasi massal terutama untuk pengidap yang berada di daerah-daerah terpencil yang jauh dari akses layanan kesehatan.

DEC ini, kata Supali, membawa efek samping yang lumayan berat karena penderita mengalami demam selama dua-tiga hari, mual, dan pusing. "Namun karena pola konsumsinya yang tanpa henti (non-stop) satu butir per hari selama enam minggu, pengobatan filariasis menggunakan doxycycline hanya tepat untuk pengobatan perorangan, bukan untuk mengobatan massal," katanya.

Supali mengkhawatirkan bila doxycycline diberikan sebagai pengobatan massal, sementara tingkat disiplin pengidap filariasis untuk mengkonsumsi obat sesuai dosis masih rendah di sebagian besar masyarakat Indonesia, maka yang terjadi justru nanti penyakit lebih resisten di tubuh penderita.

Penelitian yang dibiayai oleh Uni Eropa ini mulai dilakukan pada tahun 2002 dan rampung pada tahun 2003. Lokasi penelitian adalah Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, dan Bonebolanggo, Gorontalo.

Di Parigi Moutong, prevalensi pengidap filariasis adalah 24 persen, sementara di Bonebolanggo 38 persen. Total penderita yang diujicobakan docxcycline adalah 161 orang dewasa dan bukan ibu hamil.

Filariasis Limfatik adalah penyakit menular yang disebabkan oleh tiga jenis cacing parasit, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, semuanya ditularkan lewat nyamuk. Gejala paling nyata dari penyakit ini adalah elephantiasis, atau yang kerap disebut dengan kaki gajah karena terjadi penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya.

Elephantiasis ini disebabkan oleh parasit yang berdiam di sistem limfatik.
Elephantiasis biasanya menyerang bagian bawah tubuh, namun hal ini juga tergantung pada species filaria atau cacing yang menjadi parasit.

Cacing parasit Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi dapat menyerang kaki, tangan, vulva, dan dada. Sedangkan Brugia timori jarang menyerang bagian kelamin.

Filariasis limfatik ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika tengah dan selatan, dengan taksiran 120 juta manusia di 80 negara yang terjangkit. Filariasis limfatik yang disebabkan cacing dapat menurunkan produktivitas penderita, keluarga, dan secara tidak langsung menurunkan produktivitas masyarakat.

Di Indonesia sekitar 10 juta orang telah terinfeksi filariasis, dengan 150 juta orang hidup di daerah endemik filariasis. Biasanya daerah endemik adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai besar atau badan air yang lain, kawasan kumuh kota, daerah padat penduduk dan banyak genangan air kotor.

Sumber : kompas