Orangtua memang diharuskan tegas agar si buah hati terhindar dari sejumlah tindakan yang justru merugikan diri sendiri dan orang banyak. Namun, yang kini terjadi adalah orangtua justru menghilangkan esensi dari tegas, mengganti denngan sikap keras. Tak mampu membendung amarah, sehingga mudah emosi dan tanpa sadar telah melakukan tindak kekerasan pada anak.
"Tegas yang benar adalah konsisten dan beri penjelasan yang sebenarnya. Bicarakan dengan kepala dingin dan baik-baik. Jika orangtua melakukan itu, anak mendengarkan dan akan menurutinya," kata Seto Mulyadi. "Bukan malah menggertak anak sambil berkata bahwa si anak bodoh, bloon, dan kalimat kasar lainnya. Itu keliru sama sekali," kata pencipta tokoh kartun Si Komo seperti dikutip dari Liputan6.
Dengan kata-kata yang jelas dan komunikatif, lanjut Kak Seto, anak akan mendapat gambaran bagaimana harus berbuat yang benar. "Misalnya si anak mau pegang setrum. Dia sebenarnya tidak tahu apa-apa, dan memegang itu karena rasa penasaran. Orangtua dapat mengatakan tidak atau jangan, lalu jelaskan kalau setrum itu berbahaya. Peragakan dengan gerakan yang sedikit menghibur si anak," kata Kak Seto menambahkan.
Pun ketika si anak teriak-teriak di tengah malam, orangtua jangan langsung memarahinya tapi katakan kalau teriaknya dilakukan ke esokan hari saja di tempat yang semestinya. "Intinya, sebuah larangan hanya mengganti ruang dan waktu saja. Kayak teriak-teriak itu. Bilang sama mereka, teriaknya besok saja saat di kebon atau kita ke pantai. Di sana, kamu bisa teriak yang keras. Kalau sekarang, orang-orang di sebelah akan terganggu," kata Kak Seto memberi contoh.
Menurut Kak Seto orangtua sering lupa, melarang dengan mengucapkan jangan tanpa alasan yang jelas dan tidak menggantinya telah mematikan kekreativitasan anaknya.
"Ya, mungkin saja dia teriak-teriak karena habis menonton film apa, lalu ingin menirunya. Atau teriak-teriaknya itu sambil menghapal sebuah dialog yang habis dibacanya," kata Kak Seto menerangkan.
"Tegas yang benar adalah konsisten dan beri penjelasan yang sebenarnya. Bicarakan dengan kepala dingin dan baik-baik. Jika orangtua melakukan itu, anak mendengarkan dan akan menurutinya," kata Seto Mulyadi. "Bukan malah menggertak anak sambil berkata bahwa si anak bodoh, bloon, dan kalimat kasar lainnya. Itu keliru sama sekali," kata pencipta tokoh kartun Si Komo seperti dikutip dari Liputan6.
Dengan kata-kata yang jelas dan komunikatif, lanjut Kak Seto, anak akan mendapat gambaran bagaimana harus berbuat yang benar. "Misalnya si anak mau pegang setrum. Dia sebenarnya tidak tahu apa-apa, dan memegang itu karena rasa penasaran. Orangtua dapat mengatakan tidak atau jangan, lalu jelaskan kalau setrum itu berbahaya. Peragakan dengan gerakan yang sedikit menghibur si anak," kata Kak Seto menambahkan.
Pun ketika si anak teriak-teriak di tengah malam, orangtua jangan langsung memarahinya tapi katakan kalau teriaknya dilakukan ke esokan hari saja di tempat yang semestinya. "Intinya, sebuah larangan hanya mengganti ruang dan waktu saja. Kayak teriak-teriak itu. Bilang sama mereka, teriaknya besok saja saat di kebon atau kita ke pantai. Di sana, kamu bisa teriak yang keras. Kalau sekarang, orang-orang di sebelah akan terganggu," kata Kak Seto memberi contoh.
Menurut Kak Seto orangtua sering lupa, melarang dengan mengucapkan jangan tanpa alasan yang jelas dan tidak menggantinya telah mematikan kekreativitasan anaknya.
"Ya, mungkin saja dia teriak-teriak karena habis menonton film apa, lalu ingin menirunya. Atau teriak-teriaknya itu sambil menghapal sebuah dialog yang habis dibacanya," kata Kak Seto menerangkan.
0 Response to "Cara Melarang Anak Tanpa Menyakitinya"
Post a Comment